PENDIDIKAN DAN STRATIFIKASI SOSIAL: SOSIOLOGI PENDIDIKAN
PENDIDIKAN DAN STRATIFIKASI SOSIAL
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang Masalah
Pendidikan mempunyai peranan yang amat
menentukan bagi perkembangan dan perwujudan diri individu, tingkat pendidikan
seseorang mempunyai korelasi yang tinggi dengan kedudukan sosialnya.
Sebagaimana pernyataan Nasution dalam bukunya Sosiologi Pendidikan menyatakan
bahwa:
“Dalam
berbagai studi, tingkat pendidikan tertinggi yang diperoleh seseorang digunakan
sebagai indeks kedudukan sosialnya. Menurut penelitian memang terdapat korelasi
yang tinggi antara kedudukan sosial seseorang dengan tingkat pendidikan yang
telah ditempuhnya” [1]
Pendidikan dalam hal ini memiliki peranan yang strategis
dalam membentuk stratifikasi sosial. Sehingga banyak sekali orangtua/wali yang
ingin menyekolahkan anak-anaknya sampai kejenjang yang setinggi mungkin, tanpa
melihat bagaimana keaadaan ekonominya saat ini. Karena dianggapnya dengan
semakin tingginya tingkat pendidikan yang ditempuh anak-anaknya, maka makin
besarlah kesempatannya untuk mendapatkan pekerjaan dengan pendapatan tinggi
untuk mendapat kedudukan yang baik dan dengan demikian masuk golongan sosial
menengah atas.
Tingkat pendidikan yang seharusnya mampu mengangkat
kedudukan sosial seseorang kini hampir
tidak ada pengaruhnya dalam mobilitas sosial. Ijazah SMA kini tidak ada artinya
untuk mencari kedudukan yang tinggi, bahkan perguruan tinggi yang dianggap
suatu syarat mobilitas sosial tidak mampu menjanjikan lulusannya untuk
memperoleh kedudukan sosial yang baik,
tetapi justru kini sudah bertambah sulit untuk memperoleh kedudukan yang empuk
dimasyarakat. Indikasinya, semakin banyaknya lulusan perguruan tinggi yang kesulitan
mengamalkan keilmuan yang diperolehnya dari bangku kuliah sehingga jumlah
penyandang status sarjana pengangguran semakin naik dari tahun ke tahun. Karena
hampir di semua kampus di Indonesia melakukan praktik bonsai pada ranah
kemampuan intelektualnya, mahasiswa dituntut untuk lulus cepat, minimal tiga
tahun dan maksimal empat tahun. Kampus tidak mau tahu, apakah kemampuan
intelektual mahasiswanya sudah mumpuni atau belum, sudah siap dilepas ke tengah
masyarakat atau belum, sudah cukup bekal untuk membangun bangsa dan negaranya
atau belum. [2]
Banyak sekali sarjana yang hanya bermodalkan ijazah
dan transkip nilai yang berharap bisa mengangkat kedudukan sosialnya. Jadi,
apakah selalu benar pendidikan dapat menjadi alat mobilitas sosial. Berikut ini
akan kami bahas mengenai pendidikan dan stratifikasi sosial.
B.
Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah pada makalah ini adalah:
1.
Bagaimanakah peran pendidikan dalam
stratifikasi sosial itu?
2.
Apasajakah sebab-sebab terjadinya
stratifikasi sosial itu?
3.
Bagaimanakah cara menentukan
stratifikasi sosial itu?
C.
Tujuan penulisan
Adapun tujuan penulisan pada
makalah ini adalah:
1.
Untuk mengetahui peran pendidikan dalam
stratifikasi sosial.
2.
Untuk mengetahui sebab-sebab terjadinya
stratifikasi sosial.
3.
Untuk mengetahui cara menentukan
stratifikasi sosial.
BAB
II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian Pendidikan
Menurut kamus Bahasa Indonesia kata pendidikan berasal dari kata ‘didik’
dan mendapat imbuhan ‘pe’ dan akhiran ‘an’, maka kata ini mempunyai arti proses
atau cara atau perbuatan mendidik.[3]
Konsep
pendidikan di Indonesia diatur dalam Undang-Undang Nomor 20 tahun 2003 tentang
Sistem Pendidikan Nasional Pada Bab I Pasal 1 Ayat 1, pendidikan didefinisikan
sebagai: [4]
“Usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses
pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya
untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian,
kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya,
masyarakat, bangsa dan negara.”
Pendidikan merupakan suatu kegiatan yang harus
direncanakan dengan penuh kesadaran. Sedangkan menurut Ki Hajar Dewantara dalam Prayitno menjelaskan tentang pengertian
pendidikan yaitu: [5]
“Pendidikan yaitu tuntutan di dalam hidup tumbuhnya
anak-anak, adapun maksudnya, pendidikan yaitu menuntun segala kekuatan kodrat
yang ada pada anak-anak itu, agar mereka sebagai manusia dan sebagai anggota
masyarakat dapatlah mencapai keselamatan dan kebahagiaan setinggi-tingginya.”
Beberapa pengertian
pendidikan di atas membuat penulis
menyimpulkan bahwa Pendidikan adalah Bimbingan atau pertolongan yang diberikan
oleh orang dewasa kepada perkembangan anak untuk mencapai kedewasaannya dengan
tujuan agar anak cukup cakap melaksanakan tugas hidupnya sendiri tidak dengan
bantuan orang lain.
B.
Pengertian Stratifikasi Sosial
Ada
beberapa definisi yang dapat digunakan sebagai acuan dalam mendefisinikan
stratifikasi sosial (Social
Stratification), yaitu: [6]
“1), Menurut
Mosaca: Stratifikasi sosial adalah Pembedaan anggota masyarakat berdasarkan status
yang dimilikinya; 2), Menurut Max Weber : Stratifikasi sosial merupakan
penggolongan orang-orang yang termasuk dalam suatu system social tertentu atas
lapisan-lapisan hirarki menurut dimensi kekuasaan, privilese dan prestise.”
Berdasarkan beberapa pengertian di atas, dapat kami
simpulkan bahwa stratifikasi sosial adalah sebuah konsep yang menunjukkan
adanya perbedaan dan/atau pengelompokan suatu kelompok sosial (komunitas)
secara bertingkat. Misalnya dalam komunitas tersebut terdapat strata tinggi, strata
sedang, dan strata rendah.
Masyarakat menggolongkan
masing-masing orang dalam berbagai kategori, dari lapisan yang paling atas
sampai yang paling bawah, saat itulah stratifikasi sosial terjadi. Namun ada masyarakat yang melakukan
penggolongan sosial dengan cukup ketat, sebagaimana yang dijelaskan oleh
Nasution bahwa: [7]
“Ada masyarakat
yang mempunyai pola stratifikasi yang sangat ketat seperti, seseorang yang lahir
dalam golongan bawah tidak mungkin meningkat kegolongan yang lebih tinggi.
Keanggotaannya dalam suatu kategori tersebutlah yang menentukan tinggi pendidikan yang dapat ditempuhnya,
jabatan yang dapat didudukinya, orang yang dapat dinikahinya, dan sebagainya.
Golongan yang seperti ini biasa disebut istilah kasta.”
Beberapa masyarakat juga melakukan penggolongan sosial
dengan cara yang tidak seketat seperti yang disebutkan di atas, tetapi bersifat
fleksibel dengan batas-batas yang agak kabur dan senantiasa dapat mengalami
perubahan. Dalam masyarakat yang demikian anak seorang presiden sekalipun dapat
menikahi putri dari keturunan golongan sosial rendah.
Penggolongan sosial di atas terjadi karena adanya
sifat sistem pelapisan di masyarakat. Menurut Sarjono Soekanto, pelapisan di
masyarakat dapat bersifat tertutup (closed
social certification) dan terbuka (open
social Stratification), hal ini dapat dijelaskan bahwa : [8]
“1, sistem
tertutup, dimana membatasi kemungkinan berpindah seorang dari suatu lapisan
kelapisan lain, baik berupa gerak keatas maupun gerak kebawah. Didalam system
yang demikian, satu-satunya jalan menjadi anggota suatu lapisan dalam
masyarakat adalah kelahiran. Contoh: masyarakat dengan system stratifikasi
social tertutup ini adalah masyarakat berkasta, sebagian masyarakat feodal atau
masyarakat yang dasar stratifikasinya tergantung pada perbedaan rasial. 2,
system terbuka yang mana masyarakat didalamnya memiliki kesempatan untuk
berusaha degan kecakapan sendiri untuk naik lapisan. Atau bagi mereka yang
tidak beruntung, untuk jatuh dari lapisan atas kelapisan bawah, kemungkinan
terjadinya mobilitas social sangat besar.”
Suatu masyarakat dinamakan tertutup mana kala setiap
anggota masyarakat tetap pada status yang sama dengan orang tuanya.
Sedangkan dinamakan terbuka, karena
setiap anggota masyarakat menduduki status berbeda dengan orang tuanya, dimana
bias lebih tinggi atau lebih rendah. Mobilita sosial yang disebut tadi, berarti
berpindah status dalam stratiifikasi social. Berbagai faktor yang menyebabkan
perpindahan status, antara lain pendidikan dan pekerjaan.
C.
Peran Pendidikan Dalam Stratifikasi
Sosial
Pendidikan telah menjadi sektor yang strategis dalam
program pembangunan suatu bangsa. Sebagaimana pernyataan Yuliana bahwa: [9]
“Banyak Negara
telah menjadikan sektor pendidikan sebagai leading
sector yaitu sektor utama atau unggulan dalam program pembangunan. Ternyata
Negara yang menjadikan pendidikan sebagai leading
sector, telah menjadi Negara maju dan telah menguasai pasar dunia. Jepang
menjadi Negara maju karena pendidikan menjadi perhatian utama dalam kebijakan
pembangunan di Negara tersebut.”
Pendidikan dipandang sebagai jalan untuk mencapai
kedudukan yang lebih baik didalam masyarakat. Makin tinggi pendidikan yang diperoleh
makin besar harapan untuk mencapai tujuan itu. Dengan demikian terbuka
kesempatan untuk meningkat kegolongan
yang lebih tinggi. Dapat dikatakan bahwa penndidikan merupakan suatu jalan
untuk menuju mobilitas sosial.
Mobilitas sosial adalah sebuah gerakan masyarakat
dalam kegiatan menuju perubahan yang lebih baik. Horton dan Chester dalam Idi mengatakan
bahwa: “Mobilitas sosial adalah suatu gerak perpindahan dari satu
kelas sosial ke kelas sosial lainnya.” [10]
Jadi yang dikatakan mobilitas sosial adalah
perubahan, pergeseran, peningkatan, ataupun penurunan status dan peran
anggotanya. Proses keberhasilan ataupun kegagalan setiap orang dalam melakukan
gerak sosial seperti inilah yang dikatakan mobilitas sosial.
1.
Pendidikan sebagai Mobilitas Sosial
Asumsi
dalam mobilitas sosial tentang bertambah tingginya taraf pendidikan maka
semakin besar kemungkinan mobilitas bagi anak-anak golongan rendah dan
menengah. Pendidikan tinggi saat ini masih sangat selektif, dengan menggunakan
komputer untuk menilai tes seleksi menjadi obyektif artinya tidak lagi
dipengaruhi kedudukan orang tua atau orang yang memberikan rekomendasi. Cara
itu membuka kesempatan yang lebih luas bagi anak-anak golongan rendah dan
menengah untuk memasuki perguruan tinggi atas dasar prestasinya dalam tes masuk
itu. Meskipun tidak semua orang tua mampu membiayai studi anaknya di perguruan
tinggi karena biaya yang cukup mahal,
menjadi suatu hambatan bagi golongan rendah untuk menyekolahkan anaknya pada
tingkat universitas.
Cukup banyak contoh-contoh yang dapat kita lihat
disekitar kita tentang orang yang meningkat dalam status sosialnya berkat
pendidikan yang diperolehnya. Hal senada juga dibenarkan oleh Nasution bahwa: [11]
“Pada zaman
dahulu orang yang menyelesaikan pendidikannya pada HIS, yaitu SD pada zaman
Belanda mempunyai harapan menjadi
pegawai dan mendapat kedudukan sosial yang terhormat. Apalagi kalau ia
lulus MULO, AMS atau Perguruan Tinggi maka makin besarlah kesempatannya untuk
mendapat kedudukan yang baik dan dengan demikian masuk golongan sosial menengah
atas”
Menurut beliau juga, pada sekarang ini asumsi tersebut
tidak selalu benar, beliau menyatakan bahwa: “pendidikan tidak akan
menjadi alat mobilitas sosial bagi golongan rendah dan menengah apabila tingkat
pendidikannya hanya sampai taraf menengah. Jadi walaupun kewajiban belajar
ditingkatkan sampai SLTA masih menjadi
pertanyaan apakah mobilitas sosial dengan sendirinya akan meningkat.” [12]
Pendidikan
SMA-pun saat ini apalagi SD hampir tidak ada pengaruhnya dalam mobilitas sosial,
ijazah SMA tidak ada artinya lagi dalam mencari kedudukan yang tinggi ataupun
menaikkan seseorang kegolongan sosial yang lebih tinggi. Bahkan pendidikan
tinggi yang dianggap sebagai suatu syarat bagi Mobilitas Sosial. Bagi lulusan
perguruan tinggi pun sekarang sudah semakin sulit untuk memperoleh kedudukan
yang baik.
2.
Golongan Sosial Mempengaruhi Jenis
Pendidikan
Pembedaan-pembedaan berdasarkan golongan di negara
demokrasi adalah “haram” apabila terjadi.
Namun dalam kenyataannya menurut Nasution bahwasanya:
“Adanya
pembedaan sosial itu tidak dapat disangkal. Ini dapat dilihat dari sikap rakyat
terhadap pembesar atau dari simbol-simbol status seperti mobil mewah dan
sebagainya.”[13]
Jenis pendidikan merupakan sebuah prioritas,
orangtua yang mengetahui batas kemampuan keuangannya akan cenderung memilih
sekolah kejuruan bagi anaknya. Sebaliknya anak-anak orang kaya tidak tertarik dengan
sekolah kejuruan. Oleh karena itu dapat diduga bahwa sekolah kejuruan akan
lebih banyak memiliki murid dari golongan rendah daripada yang berasal dari
golongan atas. Walaupun sekolah kejuruan memberi jaminan yang lebih baik untuk
langsung bekerja daripada yang lulus sekolah menengah umum, tapi tetap saja
murid-murid cenderung memilih sekolah menengah umum.
Demikian juga dengan perguruan tinggi, mata kuliah atau
bidang studi yang berkaitan mempunyai status yang lebih tinggi. Misalnya
matematika dan fisika dipandang lebih tinggi daripada BK atau Tata Buku. Sikap
tersebut muncul bukan hanya pada siswa tapi juga di kalangan guru dan orangtua
yang dengan sengaja atau tak sengaja menyampaikan sikap itu kepada
anak-anaknya.
Seperti yang telah diketahui bahwasannya pendidikan
tidak terlepas dari masyarakat maka dari itu sekolah sendiri tidak mampu
meniadakan batas-batas tingkatan sosial itu. Akhirnya banyak sekolah yang memberikan
pendidikan sesuai golongan-golongannya bahkan membedakan kurikulumnya.
D.
Sebab-Sebab Terjadinya Stratifikasi
Sosial
Setiap masyarakat
mempunyai sesuatu yang dihargai, bisa berupa kepandaian, kekayaan, kekuasaan,
profesi, keaslian keanggotaan masyarakat dan sebagainya. Selama manusia membeda-bedakan penghargaan terhadap sesuatu yang dimiliki
tersebut, pasti akan menimbulkan lapisan-lapisan dalam masyarakat. Semakin
banyak kepemilikan, kecakapan seseorang terhadap sesuatu yang dihargai, semakin
tinggi kedudukan atau lapisannya. Sebaliknya bagi mereka yang hanya mempunyai
sedikit atau bahkan tidak memiliki sama sekali, maka mereka mempunyai kedudukan
dan lapisan yang rendah.
Seseorang yang mempunyai tugas sebagai pejabat atau ketua atau
pemimpin pasti menempati lapisan yang tinggi daripada sebagai anggota
masyarakat yang tidak mempunyai tugas apapun. Karena penghargaan terhadap jasa atau pengabdiannya seseorang bisa pula
ditempatkan pada posisi yang tinggi, misalnya pahlawan, pelopor, penemu, dan
sebagainya. Dapat juga karena keahlian dan ketrampilan seseorang dalam
pekerjaan tertentu dia menduduki posisi tinggi jika dibandingkan dengan pekerja
yang tidak mempunyai ketrampilan apapun. Stratifikasi sosial terjadi melalui
proses sebagai berikut : [14]
“1, Terjadinya
secara otomatis, karena faktor-faktor yang dibawa individu sejak lahir.
Misalnya : Kepandaian, usia, jenis kelamin, keturunan, sifat keaslian
keanggotaan seseorang dalam masyarakat. 2, Terjadinya dengan sengaja, untuk tujuan
bersama dilakukan dalam pembagian kekuasaan dan wewenang yang resmi dalam
organisasi-organisasi formal, Seperti Pemerintah, Partai politik, Perusahaan,
Perkumpulan, Angkatan Bersenjata.”
Stratifikasi sosial biasanya dilatarbelakangi oleh Perbedaan
ras dan budaya, pembagian tugas/kerja yang terspesialisasi, kelangkaan sumber
daya maupun kekuasaan.
Sedangkan ukuran atau
kriteria yang dominan sebagai dasar pembentukan stratifikasi sosial adalah
sebagai berikut:[15]
“1, Ukuran kekayaan, Kekayaan dapat
dijadikan ukuran penempatan anggota masyarakat ke dalam lapisan-lapisan sosial
yang ada, barang siapa memiliki kekayaan paling banyak maka ia akan termasuk
lapisan teratas dalam sistem pelapisan sosial, demikian pula sebaliknya, barang
siapa tidak mempunyai kekayaan akan digolongkan ke dalam lapisan yang rendah.
2, Ukuran kekuasaan dan wewenang, Seseorang yang
mempunyai kekuasaan atau wewenang paling besar akan menempati lapisan teratas
dalam sistem pelapisan sosial dalam masyarakat yang bersangkutan. Ukuran
kekuasaan sering tidak lepas dari ukuran kekayaan, sebab orang yang kaya dalam
masyarakat biasanya dapat menguasai orang-orang lain yang tidak kaya, atau
sebaliknya, kekuasaan dan wewenang dapat mendatangkan kekayaan. 3, Ukuran kehormatan, Kehormatan dapat terlepas dari
ukuran-ukuran kekayaan atau kekuasaan. Orang-orang yang disegani atau dihormati
akan menempati lapisan atas dari sistem pelapisan sosial masyarakatnya. Ukuran
kehormatan ini sangat terasa pada masyarakat tradisional, biasanya mereka sangat
menghormati orang-orang yang banyak jasanya kepada masyarakat, para orang tua
ataupun orang-orang yang berperilaku dan
berbudi luhur. 4, Ukuran ilmu pengetahuan, Ilmu pengetahuan sering
dipakai oleh masyarakat yang menghargai ilmu pengetahuan. Seseorang yang paling
menguasai ilmu pengetahuan akan menempati lapisan tinggi dalam sistem pelapisan
sosial dimasyarakatnya. Penguasaan ilmu pengetahuan ini biasanya terdapat dalam
gelar-gelar akademik, profesi yang disandang oleh seseorang misalnya dokter,
insinyur, doktor ataupun profesor. Namun sering timbul akibat-akibat negatif
dari kondisi ini jika gelar-gelar yang disandang tersebut lebih dinilai tinggi
daripada ilmu yang dikuasainya, sehingga banyak orang yang berusaha dengan
cara-cara yang tidak benar untuk memperoleh gelar kesarjanaan, misalnya dengan
membeli skripsi, membuat ijazah palsu dan seterusnya.”
Kriteria atau ukuran di atas umumnya digunakan untuk mengelompokkan para
anggota masyarakat ke dalam suatu lapisan tertentu. Misalnya, dalam dunia
akademik orang akan cenderung menggunakan tingkat pendidikan untuk menentukan
statusnya.
E.
Cara Menentukan Golongan Sosial
Konsep tentang
penggolongan sosial bergantung pada cara seorang menentukan golongan sosial
itu. Adanya golongan sosial timbul karena adanya perbedaan status dikalangan
anggota masyarakat.
“1, Ascribed,
Ascribed status adalah tipe status yang
diperoleh seseorang secara alamiah seperti jenis kelamin, ras, kasta,
golongan, keturunan, suku, usia, dan lain sebagainya. 2, Achieved, Achieved status adalah status sosial yang didapat
sesorang karena kerja keras dan usaha yang dilakukannya. Contoh achieved status
yaitu seperti peternak kambing yang bisa menjadi sukses karena
keuletan dan kegigihannya sehingga bisa mengangkat derajat kehidupannya, harta kekayaan,
tingkat pendidikan, pekerjaan, dll. 3, Assigned,
Assigned status adalah status sosial yang diperoleh seseorang di dalam
lingkungan masyarakat yang bukan didapat sejak lahir tetapi diberikan karena
usaha dan kepercayaan masyarakat. Contohnya seperti seseorang yang dijadikan
kepala suku, ketua adat, sesepuh, dan sebagainya.”
Status sosial yang di atas, berarti
berpindah status dalam stratiifikasi sosial yang disebabkan oleh berbagai
faktor disetiap jenis status sosialnya.
Sedangkan untuk
menentukan stratifikasi sosial dapat diikuti tiga metode berikut ini, yaitu :
“1, Metode
obyetif yaitu stratifikasi yang ditentukan berdasarkan kriteria obyektif
antara lain : jumlah pendapatan, lama atau tinggi pendidikan, jenis
pekerjaan.[17] Menurut suatu penelitian di amerika
Serikat pada tahun 1954, bahwa dokter menempati kedudukan yang sangat tinggi
sama dengan gubernur Negara bagian. Juga professor tinggi kedudukannya sama
dengan ilmuwan, anggota kongres, Dewan Perwakilan Rakyat. Guru sekolah
menduduki tempat yang lebih rendah dari
kapten tentara, pemain orkes atau kontraktor, akan tetapi lebih tinggi dari
penyiar radio, masinis, polisi. Yang paling rendah kedudukannya adalah tukang
semir sepatu. 2, Metode Subyektif yaitu
dimana dengan menggunakan metode ini kelompok/golongan social dirumuskan
berdasarkan pandangan menurut anggota masyarakat menilai dirinya dalam hirarki
kedudukan dalama masyarakat itu. Kepada mereka diajukan pertanyaan : “menurut
pendapat saudara termasuk golongan manakah saudara dinegara ini, golongan atas,
golongan menengah, atau golongan rendah? 3, Metode Reputasi, metode ini
dikembagkan oleh Lloyd Warner cs. Dalam metode ini golongan social dirumuskan
menurut bagaimana anggota masyarakat menempatkan masing-masing stratifikasi
masyarakat itu. Kesulitan penggolongan objektif dan subyektif ialah bahwa
penggolongan itu sering tidak sesuai dengan tanggapan orang dalam lingkungan
sehari-hari yang nyata tentang golongan social masing-masing. Oleh sebab itu
Warner mengikuti suatu cara yang realistis yakni memberikan kesempatan kepada
orang dalam masyarakat itu sendiri menentukan
golongan-golongan mana yang terdapat pada masyarakat itu lalu
mengidentifikasi anggota masing-masing golongan itu.” [18]
Stratifikasi
sosial dapat ditentukan dari tiga metode diatas, namun yang paling mudah di identifikasi di dalam struktur
sosial adalah didasarkan pada besar kecilnya penghasilan dan kepemilikan
benda-benda materi yang sering disebut harta benda. Indikator antara kaya dan
miskin juga mudah sekali di identifikasi, yaitu melalui pemilikan sarana hidup.
BAB III
PENUTUP
A.
KESIMPULAN
1.
Peran Pendidikan Dalam Stratifikasi
Sosial
a.
Pendidikan sebagai mobilitas sosial
b.
Jenis pendidikan mempengaruhi golongan
sosial
2.
Sebab-Sebab Terjadinya Stratifikasi
Sosial
a.
Perbedaan ras dan budaya
b.
pembagian tugas/kerja yang
terspesialisasi
c.
kelangkaan sumber daya maupun kekuasaan
3.
Cara Menentukan Stratifikasi Sosial
a.
Menggunakan Metode obyetif
b.
Menggunakan Metode Subyektif
c.
Menggunakan Metode Reputasi
DAFTAR
PUSTAKA
Idi , Abdullah, Sosiologi Pendidikan, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2013.
Damanik. S. Fritz Hotman, Sosiologi, Klaten: Intan Pariwara, 2009.
Nasution, S. Sosiologi Pendidikan, Jakarta : Bumi Aksara , 2011.
Yuliana, Bayu, stratifikasi social dalam masyarakat,
(online), tersedia, http://bayuekayulian.blogspot.com/2007/06/stratifikasi-sosial-dalam-masyarakat-27.html.
diakses pada tanggal 23 maret 2016.
Akbar, M., Mahasiswa Bukan Bonsai, (online),
Tersedia, http://republika.co.id/berita/jurnalisme-warga/wacana/16/03/14/o408c7336-mahasiswa-bukan-bonsai,
diakses pada, 23 maret 2016.
Admin, Jenis-Jenis/Macam-Macam Status
Sosial & Stratifikasi Sosial Dalam Masyarakat, Tersedia, https://odyrogents.wordpress.com/jenis-jenismacam-macam-status-sosial-stratifikasi-sosial-dalam-masyarakat/ diakses pada 23 Maret 2016
[2] M. Akbar, (2016), Mahasiswa Bukan Bonsai, (online), Tersedia,
http://www.republika.co.id/berita/jurnalisme-warga/wacana/16/03/14/o408c7336-mahasiswa-bukan-bonsai, diakses pada, 23 maret 2016.
[3]
Poerwadaminto, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta,
Balai Pustaka, 1995, hlm. 323.
[4]
Undang-undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2003: Tentang Sistem
Pendidikan Nasional, Bab
I, Pasal 1, Ayat 1.
[5]
Prayitno, Dasar Teori Dan Praksis Pendidikan, Bandung,
Grasindo, 1999, hlm. 110.
[6]
Fritz Hotman S. Damanik, Sosiologi,
Klaten, Intan Pariwara, 2009, hlm. 6.
[7]
S. Nasution, Sosiologi Pendidikan,
Jakarta, Bumi Aksara, 2011, hlm. 26.
[8]
Bayu Yuliana, Stratifikasi Social Dalam Masyarakat, (Online), Tersedia, http://bayuekayulian.blogspot.com/2007/06/stratifikasi-sosial-dalam-masyarakat-27.html.
diakses pada tanggal 23 maret 2016.
[9]
Abd. Muhyi Batubara, Sosiologi
Pendidikan, Jakarta, Ciputat Press, 2004, hlm 5.
[10]
Abdullah Idi, sosiologi pendidikan, Jakarta, Raja
Grafindo Persada, 2013, hlm 195.
[11] S.
Nasution, Op.Cit., hlm. 39.
[13]
Ibid, hlm. 41.
[16] Admin, Jenis-Jenis/Macam-Macam Status Sosial & Stratifikasi Sosial
Dalam Masyarakat, (Online), Tersedia, https://odyrogents.wordpress.com/jenis-jenismacam-macam-status-sosial-stratifikasi-sosial-dalam-masyarakat/ diakses pada 23 Maret 2016
[17]
Abdullah Idi, Op. Cit,
hlm 184.
[18]
S. Nasution, Op.Cit, hlm 27-28.
Post a Comment for "PENDIDIKAN DAN STRATIFIKASI SOSIAL: SOSIOLOGI PENDIDIKAN"