Information Processing Dalam Pembelajaran SKI
INFORMATION PROCESSING SKI
Menurut Robert S. Siegler ada tiga karakteristik utama pendekatan pemrosesan informasi, yaitu :
Dalam mengaplikasikan pendekatan information processing di pembelajaran SKI anak MI, sebelumnya perlu mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi karakter belajar anak usia MI terlebih dahulu, factor-faktor tersebut antara lain:
A. Latar belakang
Kemajuan teknologi yang pesat menjadikan informasi dengan mudah dapat diakses. Secara tidak langsung, kemajuan teknologi mempengaruhi setiap individu dalam melakukan proses belajar. Begitu juga pengalaman yang didapat dari lingkungan, peserta didik berperan besar dalam pemahaman materi pelajaran. Sehingga peserta didik bisa menggunakan otaknya untuk memproses informasi yang dia dapatkan.
Otak adalah organ penting yang unik pada diri manusia. Pengalaman belajar akan membentuk kognitif personal. Secara garis besar otak memegang peran utama dalam pemaknaan yang diperoleh peserta didik dari pembelajaran. Lingkungan juga ikut berperan dalam mengolah pemahaman peserta didik. Umpan balik dibutuhkan oleh otak untuk melakukan aktivitas sehingga tercapai hasil belajar yang memuaskan dan berkualitas. Umpan balik dalam pembelajaran ini bermanfaat dalam perkembangan otak untuk memecahkan masalah.
Apabila berbicara mengenai otak manusia yang luar biasa dan cara kerja yang menakjubkan, maka tentu akan berhubungan dengan ingatan dan memory. Pendidik adalah figur yang memiliki peluang besar dalam menerapkan dan mempertahankan memory dan ingatan pada peserta didiknya. Dalam kaitannya dengan pembelajaran, ada sebuah pendekatan dalam belajar yang mengutamakan berfungsinya memory yaitu Information processing. Dan berikut kami akan membahas tentang pendekatan information processing dalam pembelajaran SKI.
Kemajuan teknologi yang pesat menjadikan informasi dengan mudah dapat diakses. Secara tidak langsung, kemajuan teknologi mempengaruhi setiap individu dalam melakukan proses belajar. Begitu juga pengalaman yang didapat dari lingkungan, peserta didik berperan besar dalam pemahaman materi pelajaran. Sehingga peserta didik bisa menggunakan otaknya untuk memproses informasi yang dia dapatkan.
Otak adalah organ penting yang unik pada diri manusia. Pengalaman belajar akan membentuk kognitif personal. Secara garis besar otak memegang peran utama dalam pemaknaan yang diperoleh peserta didik dari pembelajaran. Lingkungan juga ikut berperan dalam mengolah pemahaman peserta didik. Umpan balik dibutuhkan oleh otak untuk melakukan aktivitas sehingga tercapai hasil belajar yang memuaskan dan berkualitas. Umpan balik dalam pembelajaran ini bermanfaat dalam perkembangan otak untuk memecahkan masalah.
Apabila berbicara mengenai otak manusia yang luar biasa dan cara kerja yang menakjubkan, maka tentu akan berhubungan dengan ingatan dan memory. Pendidik adalah figur yang memiliki peluang besar dalam menerapkan dan mempertahankan memory dan ingatan pada peserta didiknya. Dalam kaitannya dengan pembelajaran, ada sebuah pendekatan dalam belajar yang mengutamakan berfungsinya memory yaitu Information processing. Dan berikut kami akan membahas tentang pendekatan information processing dalam pembelajaran SKI.
B.
Rumusan Masalah
1.
Apakah yang dimaksud dengan Pendekatan Information Processing
Dalam Pembelajaran SKI itu?
2. Apakah yang dimaksud dengan Pendekatan Information Processing SKI Dalam Pembelajaran Ta’dib itu?
3.
Bagaimana Pendekatan information processing
dalam pembelajaran SKI di TK/RA?
4.
Bagaimana Pendekatan information processing
dalam pembelajaran SKI di MI?
5.
Bagaimana Pendekatan information processing
dalam pembelajaran SKI di MTs?
TUGAS KELOMPOK
NIM : 112747
A.
Psikologi Pendekatan Information Processing
DalamPembelajaran SKI
Pendekatan Information Processing (pemrosesan informasi) adalah psikologi kognitif di mana anak mengolah
informasi, memonitornya, dan menyusun strategi berkenaan dengan informasi
tersebut. Menurut pendekatan ini, anak secara bertahap mengembangkan kapasitas
untuk memproses informasi, dan karenanya secara bertahap pula mereka bisa
mendapatkan pengetahuan dan keahlian yang kompleks. [1]
MenurutRobert. M. Gagne, belajar merupakan perubahan yang terjadi dalam
kemampuan manusia setelah belajar secara terus menerus, bukan hanya disebabkan
oleh proses pertumbuhan saja.Gagne jugamenyatakan bahwa
belajar merupakan seperangkat proses yang bersifat internal bagi setiap
individu sebagai hasil transformasi rangsangan yang berasal dari peristiwa eksternal di lingkungan individu yang
bersangkutan (kondisi). [2]
Dalampembelajaran information
processingterjadi proses penerimaan informasi, untuk kemudian diolah sehingga menghasilkan
keluaran dalam bentuk hasil belajar. Dan juga terjadi adanya interaksi antara kondisi-kondisi
internal dan kondisi-kondisi eksternal individu. Kondisi internal yaitu keadaan dalam diri individu
yang diperlukan untuk mencapai hasil belajar dan proses kognitif yang terjadi dalam
individu. Sedangkan kondisi eksternal adalah
rangsangan dari lingkungan yang mempengaruhi individu dalam proses
pembelajaran.
Berdasarkan kondisi
internal dan eksternal ini, Gagne menjelaskan bagaimana proses belajar itu
terjadi. Proses
belajar yang dikembangkan oleh Gagne didasarkan pada teori pemrosesan
informasi, yaitu sebagai berikut :
1. Rangsangan yang diterima panca
indera akan disalurkan ke pusat syaraf dan diproses sebagai informasi.
2. Informasi dipilih secara selektif,
ada yang dibuang, ada yang disimpan dalam memori jangka pendek, dan ada yang
disimpan dalam memori jangka panjang.
3.
Memori-memori
ini tercampur dengan memori yang telah ada sebelumnya, dan dapat diungkap
kembali setelah dilakukan pengolahan.[3]
Menurut Robert S. Siegler ada tiga karakteristik utama pendekatan pemrosesan informasi, yaitu :
1.
Proses Berpikir
Siegler
berpendapat bahwa berpikir adalah pemrosesan informasi, dengan penjelasan
ketika anak merasakan, kemudian melakukan penyandian, merepresentasikan, dan
menyimpan informasi, maka menurutSieglerproses inilah yang disebut
dengan proses berpikir. Walaupun kecepatan dalam memproses dan menyimpan
informasi terbatas pada satu waktu.
2.
Mekanisme Pengubah
Siegler
berpendapat dalam pemrosesan infromasi fokus utamanya adalah pada peran mekanisme
pengubah. Ada empat mekanisme yang bekerja
untuk menciptakan perubahan dalam ketrampilan kognitif anak.
a.
Encoding (penyandian)
Encoding adalah proses memasukkan informasi
ke dalam memori. Dalam encoding untukmemecahkansuatu problem denganmenyandikan informasi yang relevan
dengan mengabaikan informasi yang tidak relevan. Namun, anak membutuhkan waktu
dan usaha untuk melatih encoding ini, agar dapat menyandi secara
otomatis.
Pada
proses penyimpanan informasiada tiga simpanan utama yang erat kaitannya dengan tiga
kerangka waktu yang berbeda, yaitu :
1)
Memori
sensoris
Memori
sensori berfungsi mempertahankan informasi dari dunia, dalam bentuk sensoris yang hanya selama beberapa saat. [4]
2) Memori jangka pendek (working
memory)
Memori
jangka pendek adalah system memori berkapasitas terbatas dimana informasi
dipertahankan sekitar 30 detik, kecuali informasi itu diulang atau diproses
lebih lanjut.
3) Memori jangka panjang
Memori jangka panjang adalah tipe memori yang menyimpan
banyak informasi selama periode waktu yang lama secara relative permanen.
Kapasitas yang dimiliki memori ini tidak terbatas. [5]
Jadisemakin lama informasi dipertahankan dalam memori jangka
pendek dengan bantuan pengulangan, semakin besar kemungkinannya untuk masuk ke
memori jangka panjang.
Pemrosesan informasi terakhir dalam memori adalah
pengambilan kembali dan melupakan. Ketika seseorang mengambil informasi dari
gudang data, maka ia melakukan penelusuran untuk mencari informasi yang
relevan, pengambilan informasi ini bisa dilakukan secara otomatis, bisa juga
harus memerlukan usaha.
Dalam melupakan, ada beberapa istilah yang berkaitan yaitu cue-dependent
forgetting atau kegagalan dalam mengambil kembali informasi karena
kurangnya petunjuk pengambilan yang efektif, teori interferensi yang menyatakan
bahwa kita lupa bukan karena kita kehilangan memori dari tempat penyimpanan,
tetapi karena ada informasi lain yang menghambat upaya kita untuk mengingat
kembali informasi yang kita inginkan, dan decay teory yang menyatakan
bahwa berlalunya waktu bisa membuat orang menjadi lupa.[6]
b.
Otomatisasi
Otomatisasi adalah kemampuan untuk memproses informasi
dengan sedikit atau tanpa usaha. Peristiwa ini terjadi karena pertambahan usia
dan pengalaman individu sehingga
otomatis dalam memproses informasi, yaitu cepat dalam mendeteksi kaitan atau
hubungan dari peristiwa-peristiwa yang baru dengan peristiwa yang sudah
tersimpan pada memori dan akhirnya akan menemukan ide atau pengetahuan baru
dari setiap kejadian.
c.
Konstruksi Strategi
Konstruksi
strategi adalah penemuan prosedur baru untuk memproses informasi. Dalam hal ini
Siegler menyatakan bahwa anak perlu menyandikan informasi kunci untuk suatu
problem dan mengkoordinasikan informasi tersebut dengan pengetahuan sebelumnya
yang relevan untuk memecahkan masalah.
d.
Generalisasi
Untuk
melengkapi mekanisme pengubah, maka manfaat dari langkah ketiga yaitu
konstruksi strategi akan terlihat pada proses generalisasi, yaitu kemampuan
anak dalam mengaplikasikan konstruksi strategi pada permasalahan lain.
Pengaplikasian itu melalui proses transfer, yaitu suatu proses pada saat anak
mengaplikasikan pengalaman dan pengetahuan sebelumnya untuk mempelajari atau
memecahkan problem dalam situasi yang baru.[7]
3.
Modifikasi Diri
Modifikasi diri dalam pemrosesan informasi secara mendalam
tertuang dalam metakognisi, yang berarti kognisi atau mengetahui tentang
mengetahui, yang di dalamnya terdapat
dua hal yaitu pengetahuan kognitif dengan aktivitas kognitif.
Pengetahuan kognitif melibatkan usaha monitoring dan refleksi
pada pemikiran seseorang pada saat sekarang, sedangkan aktivitas kognitif
terjadi saat murid secara sadar menyesuaikan dan mengelola strategi pemikiran
mereka pada saat memecahkan masalah dan memikirkan suatu tujuan.[8]
B. Penerapan metode Information
Processing dalam pembelajaran SKI
Guru harus memahami peran dan tugas
seorang guru untuk membantu siswa membentukrekamaninformasi pada siswa. Hal ini
sangat berkaitan dengan fungsi memori siswa sebagai pemberian kode atau sandi,
menyimpan dan menimbulkan atau memunculkan kembali atas informasi yang
didapatkan siswa. Adapun tugas guru dalam membantu siswa membentuk memori
permanenatau long term memory berkaitan dengan peran guru sebagai
penyampai informasi. Agar tujuan tersebut tercapai maka, guru harus mengetahui
struktur memori. Struktur memori terdiri dari sensory storage, short-term
memory, dan long-term memory. Agar siswa sampai pada tahap permanen
record memory atau long-term memory, maka terlebih dahulu siswa akan melalui tahap
memori yang disebut sensory storage.
Pada tahap sensory storage, guru harus mengetahui
keterbatasan memori siswa dalam merencanakan dan memberikan pembelajaran. Bila
guru terlalu banyak menyampaikan informasi dan terlalu cepat pula dalam
penyampaiannya maka, memori siswa tidak akan mampu merekamnya dengan baik.
Sebaliknya guru harus menyampaikan informasi dengan mengatur kecepatan
informasi yang diberikan, memberikan waktu bagi siswa untuk memproses seluruh
informasi tersebut sehingga akan terbentuk rekaman informasi yang baik pada
siswa selain itu guru dapat pula mengindikasikan bahwa informasi yang
disampaikan adalah penting dengan menaikan atau menurunkan intonasi suara.
Tahap selanjutnya setelah memori
siswa melalui tahap sensory stroge, adalah tahap short term memory.
Pada tahap ini guru dapat melakukan pengulangan beberapa ide selama beberapa
kali, kemudian berhenti sejenak untuk menuliskan poin-poin penting di papan
tulis, memberikan banyak contoh atau
ilustrasi, memberikan kesempatan pada siswa untuk berfikir dan mengulangi
secara mental mengenai apa saja yang baru mereka pelajari. Kegiatan ini akan
sangat membantu siswa dalam proses perekaman informasi menuju long term
memory (memori permanen). Memori permanen merupakan bagian dari sistem
memori yang dapat menyimpan informasi dalam masa yang lama. Agar memori pada
siswa menuju memori permanen guru memberikan pengulangan informasi atau
merancang proses pembelajaran yang mengarahkan pada prinsip pengulangan
misalnya melalui pemberian tugas atau ulangan yang materinya bedasarkan
kumpulan pokok bahasan materi sebelumnya yang telah dipelajari.
Cara lain yang dapat dilakukan agar memori
tersebut lama tersimpan dalam memori maka, guru dapat membantu siswa dengan melakukan pembelajaran bermakna yaitu
proses pembelajaran yang mencakup keterkaitan antara informasi baru dan sesuatu
yang sudah disimpan dalam memori jangka panjang melalui kegiatan pengerjaan
tugas pembelajaran.
NAMA : M.
HUSEIN MUHIBBI
NIM : 112753
1.
Information processing dalam
pembelajaran ta’dib
Ta’dib
adalah salah satu istilah yang dipakai dalam dunia pendidikan Islam selain dari
tarbiyah, ta’lim dan lain-lainnya.
Kata ta’dib berasal dari kata addaba, yuaddibu, ta’diban yang artinya pendidikan (education)
disiplin, patuh dan tunduk pada aturan (discipline) peringatan atau
hukum (punishment) hukuman-penyucian (chastisement). Ada juga
yang memberikan arti ta’dib yang berarti beradab, bersopan santun, tata
karma, adab, budi pekerti, akhlak, moral, dan etika.
Al-Attas
mengartikan ta’dib yang seakar dengan adab memiliki arti pendidikan
peradaban dan kebudayaan sebagai pengenalan dan pengakuan yang secara
berangsur-angsur ditanamkan kepada manusia tentang tempat
yang tetap dari segala sesuatu di dalam tatanan penciptaan, sehingga membimbing
ke arah pengenalan dan pengakuan kekuatan dan keagungan Tuhan. Melalui ta’dib
ini al-Attas ingin menjadikan pendidikan sebagai sarana transformasi
nilai-nilai akhlak mulia yang bersumber pada ajaran agama ke dalam diri
manusia, serta menjadi dasar terjadinya proses islamisasi ilmu pengetahuan.
Islamisasi ilmu pengetahuan ini menurutnya perlu dilakukan dalam rangka
membendung pengaruh materialisme, sekularisme, dan dikotomisme ilmu pengetahuan
yang dikembangkan oleh barat.
Dari konsep
ta’dib ini, al-Attas merumuskan tujuan pendidikan Islam bukanlah untuk
menghasilkan warga yang baik dan tidak pula pekerja yang yang baik. Sebaliknya,
tujuan tersebut adalah untuk menciptakan manusia yang baik bukan menjadi warga
yang baik. Untuk mewujudkan orang baik, perlu adanya pengkajian ulang dengan
serius terhadap tiga terma ta’dib, tarbiyah, ta’lim diatas yang bermaknakan
pendidikan Islam secara komprehensif yang bisa menghantarkan menjadi orang
baik.
Sedangkan Robert Gagne mengatakan bahwa pembelajaran merupakan faktor
yang sangat penting dalam perkembangan. Perkembangan merupakan hasil kumulatif
dari pembelajaran. Menurut Gagne bahwa dalam pembelajaran terjadi proses
penerimaan informasi, untuk kemudian diolah sehingga menghasilkan keluaran
dalam bentuk hasil belajar. Dalam pemrosesan informasi terjadi adanya interaksi
antara kondisi-kondisi internal dan kondisi-kondisi eksternal individu. Kondisi
internal yaitu keadaan dalam diri individu yang diperlukan untuk mencapai hasil
belajar dan proses kognitif yang terjadi dalam individu. Sedangkan kondisi
eksternal adalah rangsangan dari lingkungan yang mempengaruhi individu dalam
proses pembelajaran. Hasil belajar adalah ketika siswa
mampu menunjukkan adanya perubahan dalam dirinya. Perubahan-perubahan tersebut
di antaranya dari segi kemampuan berpikirnya, keterampilannya, atau sikapnya. [9]
Jadi penekanan pembelajaran ta’dib dengan pendekatan information
processing adalah dalam proses belajar mengajarnya. Pada
dasarnya mengasuh, memelihara, memberi makan serta penerapannya hanya membentuk
manusia ke arah fisikal saja. Melalui konsep ta’dib ini dapat mencetak manusia
yang beradab, yang dengannya dapat terhindar diri dari sifat-sifat kezhaliman
(zhulm), kebodohan (jahl), dan kegilaan (junun). Sebab Ilmu tidak dapat
dipindahkan atau diajarkan (tranfer of knowledge) dengan sempurna oleh seorang
guru kepada muridnya dalam proses pendidikan kecuali jika telah mempunyai adab
terhadap berbagai bidang disiplin ilmu pengetahuan. Dalam hal ini jika seorang
itu telah beradab, secara otomatis telah memiliki ilmu benar serta mempunyai
tujuan kehidupan yang jelas mencakup spritual dan material. Oleh karena itu,
pemilihan istilah-istilah kunci dalam dunia pendidikan Islam sangat menentukan
perkembangannya pendidikan Islam dimasa depan.
Nama : Iffatul Hidayah
NIM : 112752
1.
Pendekatan information processing
dalam pembelajaran SKI di TK/RA
Pembeljaran yang digunakan dalam pendidikan tingkat TK/RA seringkali
berhubungan dengan bermain dan cerita, karena daya pikir anak usia TK/RA masih
bersifat imajinatif, berangan-angan atau berkhayal, dan suka
bermain. Jadi
pembelajaran tersebut harus disesuakan
berdasarkan kebutuhan dalam psikologi perkembangan anak.
Menurut pendapat
Rozieta Shaari, ahli perkembangan anak, mengatakan di dalam dunia anak-anak kecil
(6 tahun ke bawah), berkhayal memang merupakan sesuatu yang penting. Pada usia
tersebut, biasanya mereka belum dapat membedakan antara realitas dengan
khayalan. Kemampuan berkhayal ini memungkinkan mereka untuk membangun
kreativitas mereka. Di sinilah cerita-cerita dongeng, khayalan dan sejarah menjadi
sesuatu yang penting bagi mereka, karena cerita-cerita tersebut merupakan suatu
informasi bagi mereka yang kemudian nantinya akan bisa diambil hikmahnya.[10]
Esensi pembelajaran anak RA/TK adalah bermain sambil belajar bukan
belajar sambil bermain. Melalui permainan yang diselingi dengan
cerita-cerita,
anak-anak akan belajar tentang kepandaian
berfikir dan ketrampilan berpikir.
Mereka juga belajar memahami watak-watak atau karakter-karakter di dalam cerita
itu lebih mudah.
Guru yang bijak akan menggunakan pengajaran di dalam
cerita-cerita seperti ini untuk
membantu
membentuk nilai murni sebagai
bentuk hasil belajar yang diperoleh di dalam diri seorang
anak. Yang mana
sejalan dengan pendekatan pemrosesan informasi bahwa dalam
pembelajaran information processing terjadi proses penerimaan informasi, untuk
kemudian diolah sehingga menghasilkan keluaran dalam bentuk hasil belajar.
2.
Contoh
pembelajaran information processing di RA/TK.
Melalui
information processing ini pendidikan dijadikan sebagai sarana transformasi
nilai-nilai akhlak mulia yang bersumber pada ajaran agama ke dalam diripeserta
didik, serta menjadi dasar terjadinya proses islamisasi ilmu pengetahuan sejak
dini. Islamisasi ilmu pengetahuan ini perlu dilakukan dalam rangka membendung
pengaruh materialisme, sekularisme, dan dikotomisme ilmu pengetahuan dimsa
dewasa nanti.
Selanjutnya dalam pembelajaran sejarah, information processing digunakan
untuk menunjukkan pada kegiatan pendidikan yang dilaksanakan di TK/RA.
Pendidikan yang berlangsung di TK/RA ini diarahkan untuk menjadikan peserta
didik lebih mudah dalam mengambil ibrah dari sejarah yang ajarkan. Karena itu,
materi yang diajarkan harus terkombinasikan dalam proses bermain anak seperti
dalam meneladani perjuangan Rosulullah dalam menyebarkan agama islam dengan
menggunakan media menunggang kuda-kudaan, bermain keluarga-keluargaan, dll.
Sebagaimana sebuah hadist yang diriwayat oleh ad-dailami.
“Didiklah putra-putrimu sekalian dengan tiga perkara: yaitu
mencintai Nabi mereka, mencintai keluarganya, membaca al-Qur’an, karena yang
menghafal al-Qur’an akan berada di bawah naungan Allah, pada hari yang tidak
ada perlindungan kecuali perlindungannya bersama para nabi dan para
sahabatnya.” (HR. Dailami)
Oleh karenanya information processing sebagai istilah pendidikan,
pada awalnya telah dipakai secara tepat oleh para tokoh islam yang secara
tipikal menonjol dalam pengembangan pribadi Islam melalui pengembangan indra,
akal dan moral. Istilah information processing ini tidak terbatas hanya pada
aspek kognitif, tetapi juga meliputi pendidikan spiritual, moral dan sosial.
NAMA : MUSLIMAH
NIM : 1127
C.
Aplikasi pendekatan information processing
dalam pembelajaran SKI di MI
Sejarah
Kebudayaan Islam di Madrasah Ibtidaiyah merupakan mata pelajaran yang sebatas
mempelajari tentang asal-usul, perkembangan, peranan kebudayaan/peradaban Islam
dan para tokoh yang berprestasi dalam sejarah Islam pada masa lampau, mulai dari sejarah masyarakat Arab pra-Islam,
sejarah kelahiran dan kerasulan Nabi Muhammad SAW, sampai dengan masa
Khulafaurrasyidin. Secara substansial, mata
pelajaran Sejarah Kebudayan Islam memiliki
kontribusi dalam memberikan motivasi kepada peserta didik untuk mengenal, memahami,
menghayati sejarah kebudayaan Islam,
yang mengandung nilai-nilai kearifan yang dapat digunakan untuk melatih
kecerdasan, membentuk sikap, watak, dan
kepribadian peserta didik.
Mata
pelajaran Sejarah Kebudayaan Islam di Madrasah Ibtidaiyah bertujuan agar
peserta didik memiliki kemampuan-kemampuan sebagai berikut:
a.
Membangun
kesadaran peserta didik tentang pentingnya mempelajari landasan ajaran,
nilai-nilai dan norma-norma Islam yang
telah dibangun oleh Rasulullah SAW dalam rangka mengembangkan kebudayaan dan
peradaban Islam.
b.
Membangun
kesadaran peserta didik tentang pentingnya waktu dan tempat yang merupakan sebuah proses dari masa lampau, masa kini,
dan masa depan
c.
Melatih
daya kritis peserta didik untuk memahami fakta sejarah secara benar dengan
didasarkan pada pendekatan ilmiah.
d.
Menumbuhkan
apresiasi dan penghargaan peserta didik terhadap peninggalan sejarah Islam
sebagai bukti peradaban umat Islam di masa lampau.
e.
Mengembangkan kemampuan peserta didik dalam mengambil ibrah
dari peristiwa-peristiwa bersejarah (Islam), meneladani tokoh-tokoh
berprestasi, dan mengaitkannya dengan fenomena sosial, budaya, politik,
ekonomi, iptek dan seni, dan lain-lain untuk mengembangkan kebudayaan dan
peradaban Islam.
Dalam mengaplikasikan pendekatan information processing di pembelajaran SKI anak MI, sebelumnya perlu mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi karakter belajar anak usia MI terlebih dahulu, factor-faktor tersebut antara lain:
1. Faktor Internal
Factor internal ini dipengaruhi oleh unsur kognitif dan
fisiologis otak. Kemampuan kognitif merupakan sesuatu yang fundamental dan yang
membimbing tingkah laku anak. Aspek kognitif merupakan sisi internal yang bertanggungjawab
atas proses pembelajaran. Dengan kemampuan kognitif ini anak dipandang sebagai
individu yang secara aktif membangun sendiri pengetahuan mereka tentang dunia.
Perkembangan kognisi atau intelektual anak berjalan secara
gradual, bertahap dan berkelanjutan seiring bertambahnya umur. Walaupun dalam
perkembangan kognisi pada usia-usia tertentu memiliki pola umum, tetap ada
peluang bahwa sebagian anak menunjukkan perkembangan lebih awal dari pola umum
tersebut. Rata-rata umumnya perkembangan kognisi anak usia MI berkisar antara 6-13
tahun mulai dari kelas 1 sampai 6. Masa ini diidentifikasi oleh piaget sebagai period
ke-3 dari empat periode schemata kognisi. Keempat priode tersebut adalah:
a. Periode sensorimotor (usia 0-2
tahun)
b. Periode praoperasional (usia 2-7
tahun)
c. Periode operasional konkrit (usia
7-11 tahun)
d. Periode operasional formal (usia 11
tahun smpai dewasa)
Periode inilah yang dekat dan identik dengan usia MI. Pada
usia ini siswa mampu
menggunakan logika yang memadai.
2.
Factor
External
Factor external ini bisa berupa stimuli dari luar dirinya.
“Menurut Bandura, anak usia tingkat MI cenderung belajar dengan cara modeling,
yaitu mencontoh perilaku orang lain. Melalui interaksi social anak dapat
belajar melalui pengamatan”
Masa sekolah tingkat SD/MI bisa dibagi menjai dua fase,
yaitu:
a. Masa kelas-kelas rendah sekolah dasar/madrasah
ibtidaiyah sekitar enam tahun sampai dengan usia sekitar delapan tahun.
b. Masa kelas-kelas tinggi sekolah
dasar yaitu kira-kira sembilan sampai kira-kira usia dua belas. [11]
Setelah mengetahui faktor-faktor, barulah
disesuaikan antara factor-faktor tersebut dengan pendekatan pembelajaran
pemrosesan informasinya. Pemrosesan informasi merupakan pendekatan pembelajaran
dari teori pembelajaran Perkembangan
Kognitif. Perkembangan
Kognitif adalah perkembangan kemampuan
(kapasitas) individu untuk memanipulasi dan mengingat informasi. Pada usia awal siswa
MI antara 5 atau 6
tahun, anak-anak biasanya mengetahui bahwa hal-hal yang sifatnya familiar lebih
mudah untuk dipelajari dibandingkan dengan hal-hal yang tidak bersifat
familiar, bahwa daftar yang pendek lebih mudah daripada yang panjang, bahwa
pengenalan lebih mudah dibandingkan dengan pengingatan kembali, dan bahwa lupa
akan lebih mungkin terjadi dengan seiring berjalannya waktu.
Anak usia MI masih memasuki tahap perkembangan yang sangat pesat. Berbagai
otot dan tulang mengalami penguatan sehingga anak cenderung aktif dalam
melakukan kegiatan fisik seperti bergerak, berlari, dan sulit diam ditempat. Secara kognitif,
pemikiran anak MI
sedang mengalami pertumbuhan cukup cepat. Pada usia dasar (6-12 tahun) anak sudah
dapat mereaksi rangsangan intelektual atau melaksanakan tugas-tugas belajar
yang menuntut kemampuan intelektual atau kemampuan kognitif yang kaitannya
dengan memproses informasi.
Jadi dalam pembelajarannya harus
sesuai dengan tempatnya masing-masing peserta didik dalam kaitannya dengan
realitas, kapasitas, potensi fisik, intelektual, dan spritualnya.
Misalnya dalam mempelajari tenteng
hajar aswad, guru bisa menyampaikan informasi secara jelas dan muadah diterima
oleh peserta didik. Guru bisa memberikan contoh atau bisa mengguankan media
yang nyata untuk mempelajari hajar aswad, misalnya guru membawa dua buah batu
yang dimisalkan sebagai hajar aswad. Dengan batu yang pertama berwarna hitam
sebagai contoh hajar aswad pada saat ini, kemudian batu kedua berwarna putih
karena pada awalnya hajar aswad warnanya adalah putih. Kemudian guru
menjelaskan kenapa warna hajar aswad bisa berubah jadi hitam. Lalu memberi kesempatan kepada siswa untuk bertanya dan menjawab
berdasarkan pengalamannya.
Maksud
dari pembelajaran tersebut adalah agar peserta didik bisa lebih mudah dalam
menerima informasi yang diberikan oleh guru dan mampu mengolahnya dalam bentuk
ingatan sehingga peserta didik tidak mudah lupa dengan pembelajaran yang telah
dilakukan.
NAMA : MASLIMAH
NIM : 1127
D.
Pendekatan information processing
dalam pembelajaran SKI di MTs.
Menurut
Jean Piaget, perkembangan kognitif anak pada saat berada di MTs, berada pada tahap “Formal
operation stage”, yaitu tahap ke empat atau terakhir dari tahapan kognitif.
Tahapan berpikir formal ini terdiri atas dua subperiode, yaitu:
a.
Early formal operation thought, yaitu kemampuan remaja untuk
berpikir dengan cara-cara hipotetik yang menghasilkan pikiran-pikiran sukarela
(bebas) tentang berbagai kemungkinan yang tidak terbatas. Dalam periode awal
ini, remaja mempersepsi dunia sangat bersifat
subjektif dan idealistik.
b.
Late formal operational thought, yaitu remaja mulai menguji
pikirannya berlawanan dengan pengalamannya, dan mengembalikan keseimbangan
intelektualnya. Melalui akomodasi (penyesuaian terhadap informasi/hal baru),
remaja mulai dapat mentesuaikan terhadap bencana atau kondisi pancaroba yang
telah dialalminya.[12]
Keating merumuskan lima pokok yang berkaitan dengan
perkembangan berpikir operasi formal, yaitu sebagai berikut :
a.
Berlainan dengan cara berpikir
anak-anak yang tekanannya kepada kesadarannya sendiri disini dan sekarang, cara
berpikir remaja berkaitan erat dengan dunia kemungkinan. Remaja mampu
menggunakan abstraksi dan dapat membedakan yang nyata dan konkret dengan
abstrak dan mungkin.
b.
Melalui kemampuannya untuk menguji
hipotesis, muncul kemampuan nalar secara ilmiah.
c.
Remaja dapat memikirkan tentang masa
depan dengan membuat perencanaan dan mengekplorasi berbagai kemungkinan untuk
mencapainya.
d.
Remaja menyadari tentang aktivitas
kognitif dan mekanisme yang membuat proses kognitif itu efisien dan tidak
efisien. Dengan demikian, introspeksi (pengujian diri) menjadi
bagian kehidupannya sehari-hari.
e.
Berpikir operasi formal memungkinkan
terbukanya topik-topik baru dan ekspansi berpikir
Setelah mengetahui karakteristik anak MTs. diatas, barulah disesuaikan dengan
pendekatan pembelajaran pemrosesan informasinya.
Pembelajaran information processing dalam pembelajaran
SKI di MTs. Bertujuan agar peserta didik menjadi lebih mudah dalam menerima
pembelajaran yang diberikan oleh guru, sehimgga peserta didik menjadi orang yang terpelajar yakni orang baik.
“Baik” yang dimaksudkannya di sini adalah beradab dalam pengertian yang
menyeluruh dan meliputi kehidupan spiritual dan material seseorang, yang
berusaha menanamkan kualitas kebaikan yang diterimanya.
Contoh pembelajarannya
adalah sebagaimana dalam meneladani kisah manusia yang paling beradab, mulia
dan sempurna yaitu Nabi Muhammad Saw. Guru
bisa mengajak peserta didik memperagakan secara langsung kegiatan yang
berhubungan dengan adab, akhlak mulia dll. Misalnya dengan memperagakan sikap
beradap terhadap guru dan orangtua, guru menyuruh peserta didik berperan
sebagai tokoh-tokoh tersebut secara langsung, diantara siswa ada yang berberan menjadi
orang tua, menjadi anak, menjadi guru dan menjadi masyarakat sebagaimana dalam
kehidupan sehari-hari. Kemudian mereka mempraktekkan kebiasaan hidup
sehari-hari yang berlandaskan adab dan akhlak mulia.
Dengan pembelajaran seperti
itu, diharapkan peserta didik bisa secara langsung meneladani tokoh mulia Nabi
Muhammad saw. Sehingga peserta didik bisa lebih lama mengingat informasi yang
disampaikan oleh gurunya (memproses informasi).
DAFTAR
PUSTAKA
Jhon. W Santrock,.Psikologi
Pendidikan, terj. Tri Wibowo. B.S, (Jakarta: Kencana, 2011)
Bambang Warsita,
Teori Belajar Robert M. Gagne dan Implikasinya Pada Pentingnya Pusat Sumber
Belajar, (Jurnal Teknodik, vol. XII No. 1 Juni , 2008). http://isjd.pdii.lipi.go.id/admin/jurnal/121086579.pdf
[1]Jhon.
W Santrock,.Psikologi Pendidikan,
terj. Tri Wibowo. B.S, (Jakarta: Kencana, 2011), hlm. 310.
[2]Bambang Warsita, Teori Belajar
Robert M. Gagne dan Implikasinya Pada Pentingnya Pusat Sumber Belajar,
(Jurnal Teknodik, vol. XII No. 1 Juni , 2008), h. 66. http://isjd.pdii.lipi.go.id/admin/jurnal/121086579.pdf
[3]Ibid, hlm.
69.
[4]Ibid, hlm. 320.
[5]Jhon. W Santrock,Op.Cit,hlm. 322.
[6]Ibid, hlm. 329
[7]Jhon. W
Santrock,Op.Cit , h. 379.
[8]Jhon. W
Santrock,Op.Cit , h. 340.
[9] Bambang Warsita, Op. Cit, hlm. 55
[10] Jhon. W Santrock,Op.Cit,hlm. 302.
[11] Bambang Warsita, Op.
Cit, hlm.
47
[12] Bambang Warsita, Op.
Cit, hlm. 48
Post a Comment for "Information Processing Dalam Pembelajaran SKI"