SUNNAH (DEFINISI, PEMBAGIAN, FUNGSI, dan KEHUJJAHAN)
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Definisi
Sunnah
As-Sunnah
secara bahasa (etimologi) adalah jalan, peraturan, cara yang dibiasakan atau
cara yang terpuji. Sunnah lebih umum disebut dengan hadits yang mempunyai
beberapa arti secara etimologis, yaitu : Qorib artinya dekat, Jadid artinya
baru, dan Khobar yang artinya berita atau warta. Seperti dalam surah At-Tur :
34.
فليأتوا
بحديث مثله إن كانوا صادقين.
Artinya : “maka hendaklah mereka mendatangkan
khabar yang sepertinya jika mereka orang-orang yang benar” (QS.
At Thur; 34).
Sedangkan Sunnah menurut
istilah syara’ adalah:
أوْتَقْرِيْرًااَصِفَةًأوفِعْلاًأوقَولاًمصالنبيإلىمَاأُضِيْفَ
Artinya: “ segala sesuatu yang disandarkan kepada Nabi SAW baik yang berupa perkataan, perbuatan, sifat atau pengakuan”
Pengertian As-Sunnah secara terminologi juga bisa dilihat
dari tiga bidang ilmu yaitu :
1.
Menurut ulama ahli
hadits, sunnah identik dengan hadits yaitu semua yang disandarkan kepada nabi
Muhammad baik perkataan, perbuatan atau ketetapannya sebagai manusia biasa
termasuk akhlaknya baik sebelum atau sesudah menjadi Rasul.
2.
Menurut ulama ushul
fiqh, sunnah diartikan semua yang lahir dari Nabi SAW baik berupa perkataan,
perbuatan ataupun pengakuan.
3.
Sunnah menurut para
ahli fiqh, disamping mempunyai arti seperti yang dikemukakan para ulama ushul
fiqh, juga dimaksudkan sebagai salah satu hukum taklif yang mengandung
pengertian, “ perbuatan yang apabila dikerjakan mendapat pahala dan bila
ditinggalkan tidak berdosa”.[1]
B.
Pembagian
Sunnah
Sunnah
atau hadits berdasarkan definisi menurut para ahli di atas, dapat dibedakan
menjadi 3 yaitu:
1.
Sunnah
Qauliyah, yaitu khabar berupa perkataan
Nabi SAW yang didengar dan disampaikan oleh seorang atau beberapa sahabat
kepada orang lain.
2.
Sunnah
Fi’liyah, yaitu setiap perbuatan yang
dilakukan oleh Nabi SAW yang diketahui dan disampaikan oleh para sahabat kepada
orang lain. Seperti tata cara menunaikan shalat lima waktu yang dipraktekkan
Nabi, cara berwudlu’ dan cara haji.
3.
Sunnah
Taqririyah, yaitu sesuatu yang
timbul dari sahabat Rasulullah SAW yang telah
diakui oleh beliau, baik berupa ucapan maupun perbuatan.[2]
Sedangkan
As-Sunnah ditinjau dari perawi-perawinya dari Rasulullah SAW dibagi menjadi
tiga macam :
1.
Sunnah Mutawatirah,
adalah sunnah yang diriwayatkan dari Rasulullah oleh sekumpulan perawi yang
menurut kebiasaannya, individu-individunya itu tidak mungkin sepakat untuk
berbohong.
2.
Sunnah Masyhurah,
adalah sunnah yang diriwayatkan dari Rasulullah oleh seorang, atau dua orang,
atau tiga orang sahabat yang tidak mencapai jumlah tawatur ( perawi hadits
mutawatir).
3.
Sunnah Ahad, adalah
sunnah yang diriwayatkan dari Rasulullah oleh perseorangan yang tidak mencapai
jumlah kemutawatiran.[3]
C.
Fungsi Sunnah
1. Fungsi dari As-Sunnah antara lain:
a.
Menetapkan atau mengukuhkan
hukum yang telah ada di dalam Al-Qur’an.Contoh firman Allah Swt dalam surat Hud
: 102.
شَدِيدأَلِيمٌخْذَهُإِنَّظَالِمَةٌوَهِيَالْقُرَىأَخَذَإِذَارَبِّكَأَخْذُوَكَذَلِكَ
Artinya:
“Begitulah
azab Tuhanmu, apabila Dia mengazab penduduk negeri-negeri yang berbuat zalim.
Sesungguhnya azab-Nya itu adalah sangat pedih lagi keras.”
Ayat ini diperkuat dengan hadits riwayat Abu Musa yang
maknanya hampir sama. Rasulullah Saw bersabda: Sesungguhnya Allah Ta’ala akan
menangguhkan siksaannya bagi orang yang berbuat zhalim, apabila Allah
telah menghukumnya maka dia tidak akan pernah melepaskannya. Kemudian
Rasulullah Saw membaca ayat surat Huud :
102 (H.R Muslim)
b.
Memberikan
penafsiran ayat-ayat Al-Qur’an. Seperti firman Allah dalam surah Al-maidah: 3.
الخِنْزِيْرِوَلَحْمُوَالدَّمُالمَيْتَةُعَلَيْكُمُحُرِّمَتْ
Artinya: “diharamkan bagimu (memakan) bangkai, darah dan daging babi...” Qs.al-maidah:3)
Dalam ayat ini tidak ada kecuali, semua bangkai dan darah diharamkan
untuk dimakan. Sunnah Rasulullah SAW mentakhshish atau mengecualikan darah dan
bangkai tertentu. Sabda Rasululah saw:
أُحِلَّتْ لَنَا
مَيْتَتَانِ وَدَمَانِ فَأَمَّا المَيْتَـَتَانِ الحُوتُ وَالجَرَادُ وَأَمَّا
الدَمَانِ فَالكَبِدُ وَالطِّحَالُ.
Artinya: “Telah dihalalkan kepada kita dua macam bangkai dan dua macam darah. Yang dimaksud dua macam bangkai adalah bangkai ikan dan bangkai belalang. sedangkan yang dimaksud dua macam darah adalah ati dan limpa.” (Hadits Riwayat Ahmad, Ibnu Majah dan al-Bayhaqi.)
c.
Menetapkan
hukum-hukum yang tidak didapati dalam Al-Qur’an. Contoh tentang
larangan memadu istri dengan saudaranya. Firman Allah SWT dalam surah al-An Nisa’ ayat 23, dalam ayat
tersebut hanya dijelaskan larangan terhadap suami untuk memadu istrinya dengan
saudara perempuan si istri. Sedangkan dalam hadits Nabi juga dijelaskan yaitu
larangan seorang seorang suami memadu istrinya dengan bibinya, baik dari pihak
ibu maupun dari pihak ayah. Sebagaimana dalam sabda Rosulullah :
لا تنكح المرأة على عمتها ولا خالتها ولا ابنة أختها ولا ابنته أخيها
Artinya: “Seorang wanita tidak boleh
dikawini bersamaan (dimadu) dengan bibinya atau bersamaan dengan putrid saudara
perempuan atau putri saudara laki-laki istri (keponakan istri).” (HR. Muslim)[4]
D.
Kehujjahan
As-Sunnah
Umat islam telah sepakat bahwa apa yang keluar dari
Rasulullah SAW, baik berupa perkataan, perbuatan, atau taqriri, dan hal itu
dimaksudkan sebagai pembentukan hukum-hukum islam dan sebagai tuntunan, serta
diriwayatkan kepada kita dengan sanad yang shahih yang menunjukkan kepastian
tentang kebenarannya maka ia menjadi hujjah atas kaum muslimin.
Bukti-bukti atas kehujjahan As-Sunnah antara lain :
1. Nash-nash Al-Qur’an. Firman Allah dalam Al-Qur’an telah
memerintahkan untuk menaati Rasul-Nya sebagai suatu ketaatan kepada-Nya.
2. Ijma’ para sahabat, baik pada masa hidup Rasulullah SAW
maupun sesudah wafatnya.
3. Allah dalam Al-Qur’an telah mewajibkan kepada manusia
sejumlah kewajiban secara global, tanpa penjelasan, hukum-hukumnya dan cara
pelaksanaannyatidak diterangkan dalam Al-Qur’an. [5]
BAB III
PENUTUP
A.
KESIMPULAN
1.
As-Sunnah adalah
segala sesuatu yang disandarkan kepada Nabi SAW baik berupa perkataan,
perbuatan maupun ketetapannya.
2.
As-Sunnah
berdasakan periwayatannya dibedakan menjadi 3, yaitu mutawatirah, masyhurah dan
ahad.
3.
Fungsi As-Sunnah
yaitu mengukuhkan hukum yang telah ditetapkan dalam Al-Qur’an, memberikan
penafsiran ayat-ayat Al-Qur’an.
4.
Bukti-bukti
kehujjahan As-Sunnah dapat dilihat dalam Al-Qur’an dan ijma’ para sahabat.
DAFTAR PUSTAKA
Uman, Chaerul, ushul fiqih I, Bandung, CV Pustaka
Setia,1998
Khallaf, Abdul Wahhab, ilmu ushul fikih, Semarang,
Dina Utama, 1994
Karim, Syafi’i, fiqih - ushul fiqih, Bandung, CV Pustaka Setia,
1997
Syafe’i, Rachmat, ilmu ushul fiqih untuk UIN, STAIN, dan
PTAIS, Bandung, Pustaka Setia, 2007
Kamali, Muhammad Hasyim, Prinsip danTeori-Teori
Hukum Islam, Yogyakarta, Pustaka Pelajar Offset, 1996
Post a Comment for "SUNNAH (DEFINISI, PEMBAGIAN, FUNGSI, dan KEHUJJAHAN)"